Sedikit saja kita mebicarakan kaitannya antara Pemuda, Lapangan Kerja dan Pemerintah, ternyata terdapat garis linier yang sangat kontras jika dikaji dengan persoalan remeh-temeh ekonomi "Jaman Sekarang".
Tidak sedikit pemuda negeri ini (menurut saya, bahkan saya sendiri) yang masih terdoktrin dengan pola fikir [maaf] "Primitif", misalnya : "Kalau saya lulus besok, saya akan bekerja di perusahaan ini dan itu (sambil berapi-api menunjuk beberapa perusahaan bonafid lokal dan luar), apapun alasannya dan apapun caranya".
Dan sangat jarang sekali yang berfikir : "Bagaimanapun caranya, saya akan menciptakan lapangan kerja".
Seandainya saja setiap lulusan menciptakan perusahaan mandiri (taruhlah perusahaan tahu dan tempe). Misal setiap satu enterpreneur muda merekrut lima orang saja, saya yakin di negeri ini semakin berkurang pengangguran setiap tahunnya, tidak mustahil akan menepis pengangguran sama sekali, bahkan mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri. Sehingga tidak ada lagi pemuda-pemuda yang kehabisan tenaga, putus asa, depresi berduyun-duyun berdesakan membanjiri setiap pembukaan bursa lowongan kerja, sekalipun dengan upah yang jauh dari pada cukup, dengan dalih "yang penting kerja, yang penting tidak menganggur".
Masalahnya, pemerintah dan lembaga yang terkait sudah mampukah menampung aspirasi calon enterpreneur-enterpreneur muda saat ini? Saya yakin belum, bahkan tidak.
Kenapa? Kurangnya pelatihan, seminar dan doktrin kewirausahaan yang sangat langka di jaman yang semodern ini, dimana surat-menyurat dari mulai via burung merpati sudah diganti dengan e-mail dan internet. Tidak adanya pinjaman modal yang transparan untuk calon enterpreneur-enterpreneur muda beserta bimbingan sampai ke pemasarannya. Sudah cukup dijadikan pembuktian "cuek"nya pemerintah terhadap generasi mudanya.
Pemerintah beserta jajaran yang terkait sangat sulit sekali "menghibahkan dana" untuk regenerasi pemimpin negeri ini, calon-calon penerus bangsa yang berdikari, yang merdeka secara totalitas, bukan sekedar merdeka fisik, tetapi benar-benar sejatinya merdeka tanpa ada telunjuk bangsa lain di dalam negeri.
Dengan sibuknya pemerintah menarik investor-investor asing, mengumbar janji yang memanjakan investor tanpa mempedulikan generasi mudanya yang nantinya menjadi "buruh" investor asing. Memberikan fasilitas ini dan itu kepada investor. Sebaliknya, tidak pernah menuntut investor untuk memberikan tunjangan dan kebutuhan ini dan itu kepada generasi mudanya. Mulai dari sistem perjanjian kerja yang "tolol", kerja kontraklah, out sourchinglah, besok mungkin rodi.
Pernahkah mereka mencoba sekali saja, merasakan nasib pemuda-pemudanya saat ini, dan bagaimana nasib hari esoknya, nasib anak dan istrinya? Saya yakin mereka tidak pernah mau ambil pusing.
Karawang, 20 April 2011. Pkl 22.37
Tidak sedikit pemuda negeri ini (menurut saya, bahkan saya sendiri) yang masih terdoktrin dengan pola fikir [maaf] "Primitif", misalnya : "Kalau saya lulus besok, saya akan bekerja di perusahaan ini dan itu (sambil berapi-api menunjuk beberapa perusahaan bonafid lokal dan luar), apapun alasannya dan apapun caranya".
Dan sangat jarang sekali yang berfikir : "Bagaimanapun caranya, saya akan menciptakan lapangan kerja".
Seandainya saja setiap lulusan menciptakan perusahaan mandiri (taruhlah perusahaan tahu dan tempe). Misal setiap satu enterpreneur muda merekrut lima orang saja, saya yakin di negeri ini semakin berkurang pengangguran setiap tahunnya, tidak mustahil akan menepis pengangguran sama sekali, bahkan mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri. Sehingga tidak ada lagi pemuda-pemuda yang kehabisan tenaga, putus asa, depresi berduyun-duyun berdesakan membanjiri setiap pembukaan bursa lowongan kerja, sekalipun dengan upah yang jauh dari pada cukup, dengan dalih "yang penting kerja, yang penting tidak menganggur".
Masalahnya, pemerintah dan lembaga yang terkait sudah mampukah menampung aspirasi calon enterpreneur-enterpreneur muda saat ini? Saya yakin belum, bahkan tidak.
Kenapa? Kurangnya pelatihan, seminar dan doktrin kewirausahaan yang sangat langka di jaman yang semodern ini, dimana surat-menyurat dari mulai via burung merpati sudah diganti dengan e-mail dan internet. Tidak adanya pinjaman modal yang transparan untuk calon enterpreneur-enterpreneur muda beserta bimbingan sampai ke pemasarannya. Sudah cukup dijadikan pembuktian "cuek"nya pemerintah terhadap generasi mudanya.
Pemerintah beserta jajaran yang terkait sangat sulit sekali "menghibahkan dana" untuk regenerasi pemimpin negeri ini, calon-calon penerus bangsa yang berdikari, yang merdeka secara totalitas, bukan sekedar merdeka fisik, tetapi benar-benar sejatinya merdeka tanpa ada telunjuk bangsa lain di dalam negeri.
Dengan sibuknya pemerintah menarik investor-investor asing, mengumbar janji yang memanjakan investor tanpa mempedulikan generasi mudanya yang nantinya menjadi "buruh" investor asing. Memberikan fasilitas ini dan itu kepada investor. Sebaliknya, tidak pernah menuntut investor untuk memberikan tunjangan dan kebutuhan ini dan itu kepada generasi mudanya. Mulai dari sistem perjanjian kerja yang "tolol", kerja kontraklah, out sourchinglah, besok mungkin rodi.
Pernahkah mereka mencoba sekali saja, merasakan nasib pemuda-pemudanya saat ini, dan bagaimana nasib hari esoknya, nasib anak dan istrinya? Saya yakin mereka tidak pernah mau ambil pusing.
Karawang, 20 April 2011. Pkl 22.37